Takut, Ah!

Belakangan kata-kata ini sering kali saya rasa dan saya dengar di lingkungan sekitar saya. Mungkin hal ini juga nggak terlepas dari pemberitaan-pemberitaan media massa yang kian hari kian membuat kita mengelus dada. Kenapa? Coba deh liat seberapa sering tindakan kriminal terjadi, terutama di kota-kota besar, terutama Ibu Kota. Dari sebuah stasiun TV saya mendengar info bahwa berdasarkan hasil laporan Polda Metro Jaya, sedikitnya dalam satu hari ada dua sampai tiga kasus pembunuhan. Mirisnya lagi, pembunuhan dengan mutilasi seolah-olah sedang tren untuk dilakukan.

Belum lama, ada kasus mayat yang sudah dimutilasi dibuang di tol cikampek dimana pelakunya tidak lain suaminya sendiri beserta sekelumit kisah yang menatarbelakanginya. Belum lagi dengan kasus serupa ditemukan juga sesosok mayat di sebuah apartemen di Jakarta, dan beberapa kasus lain sejenisnya. 


Jangan jauh-jauh deh soal pembunuhan, beberapa waktu lalu juga sempat terjadi kasus yang menimpa seorang mahasiswi dalam angkutan kota, dimana katanya dia menjatuhkan diri dari angkot karena dirampok dan takut diperkosa. *sigh* Seberapa pun pemberaninya seorang perempuan pastilah ada hal-hal yang nggak bisa dikendalikan. Pasti, ada kalanya nyali kita juga ciut dan akhirnya jadi gampang parno. Iya kan?

Saya sendiri udah beberapa kali mengalami 'kejadian-tidak-menyenangkan' dalam kendaraan umum. Dulu saat SMA, hampir 3 kali saya hampir kecopetan. Modusnya semua hampir sama. Para pelaku bergerombol, memenuhi angkutan kota, kemudian ada dua orang mengapit kita.. lalu yang satu berakting kepanasan dan mencoba membuka jendela dibelakang saya, sedang yang satu berpura-pura muntah atau keram kakinya. Well, see? Polanya sama. Belum lagi saat kejadian angkutan yang kita tumpangi mendadak menjadi semakin kencang melaju. Lalu saya berontak, mencoba mengamankan tas berisi handphone dan dompet. Untungnya, setiap kesempatan itu saya selalu berhasil bebas tanpa kehilangan satu barang apapun walau itu dengan resiko yang terbilang cukup berbahaya.



Sempat juga dulu mengalami, hmmm.. pelecehan seksual mungkin ya bahasanya kalau orang bilang sih. Jadi, di angkutan tiba-tiba seorang bapak memegang paha. Then what? Awalnya saya merasa takut, selain bapak itu badannya tinggi besar juga jambangan, serem asli! Tapi, saya juga nggak mau dilecehin gitu akhirnya saya bergeser.. terus dia ikut bergeser juga. Saking jengkelnya, saya teriak dan kemudian turun. Awalnya takut, tapi kemudian puas dan lega. Ibu-ibu dan wanita yang ada disana juga ikut turun terus tanya kondisi saya. Sedang si Bapak tadi menutup malu karena seorang ibu memukulnya dengan tas, dan saya rasa itu cukup keras.. Tapi saya sama sekali merasa trauma, bahkan dari situ saya selalu bersikap lebih waspada.

Nah, sekarang ini juga banyak yang mengalami semacam parno realistik gitu deh katanya. Jadi parno realistik ini disebabkan oleh hal-hal yang masuk akal, kayak tadi parno naik kendaraan umum karena rawan tindakan kriminal. Semakin kita liat pemberitaan soal tindak kriminal di dalam kendaraan umum, pikiran akan ketakutan demi ketakutan juga akhirnya muncul di kepala kita. Sebenarnya hal itu dibutuhkan. Kenapa? Pasalnya dengan adanya ketakutan atau parno ini kita akan lebih aware terhadap situasi saat itu. dampaknya, kita lebih memerhatikan keamanan diri kita. 

Media sosial dan pesan berantai alias broadcast message juga menurut saya bisa dibilang menjadi salah satu pemicu tingkat ke-parno-an seseorang. Lagi-lagi ini sebetulnya bagus, tapi sayangnya berita yang membuat heboh kebanyakan bermuatan negatif, meski kadang isinya hoax. Jadi, sebagai perempuan kita harus bisa pintar-pintar jaga diri terutama jika sering berpergian sendirian dan jangan sampai ketakutan-ketakutan ini malah merugikan diri kita sendiri. Kalau perlu bisa juga bawa gas air mata, atau air merica untuk jaga-jaga. Jangan lupa save nomor pihak berwajib jika suatu saat tiba-tiba dibutuhkan. Take care!

pic from here