Hujan Jangan Marah..

Mereka memanggilku hujan, entah siapa yang pada awalnya memberiku nama begitu, karena aku tak punya orang tua. Ah, tapi apalah arti sebuah nama, mereka bilang. Hujan, nama yang cantik bukan? 

Bentukku kasat mata dan aku suka berkeliling dunia, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Disapu angin dari satu kota ke kota lainnya. 

Aku suka ketika anak-anak kecil menari denganku sambil bermain bola. Mereka terlihat sangat bahagia. Berguling di atas tanah dan rumput yang baru saja aku basahi. Berguling, berlari. Mereka tertawa. Mereka tampak bahagia.

Tapi sekarang..

Aku sedang berduka. Banyak yang menghina kedatanganku. Ketika intensitas kedatanganku meningkat, katanya banyak manusia yang jatuh sakit dan selalu aku yang disalahkan. Banyak yang mengeluh atas kehadiranku. Banyak yang menghinaku.

Aku sedang berduka. Aku sering mendengar manusia berkata, 'Ah, sial!' saat aku hendak menyapa kota mereka. Katanya aku sering merusak jadwal manusia yang sudah terencana, entah untuk bermain ataupun bekerja.

Aku sedang berduka. Banjir bandang, luapan sungai, semua bencana yang terjadi disinyalir karena aku yang terus-terusan datang. Padahal aku ingin membela diri, manusia lah yang tidak bisa menjaga lingkungan! Tapi aku hanya bisa diam.

Aku sedang berduka. Aku dibenci banyak orang. Para petani bawang, petani garam, perusahaan-perusahaan kontraktor, para tukang bangunan dan masih banyak lagi orang. Mereka bilang aku menganggu pekerjaan mereka.

Aku sedang berduka. Aku bahkan punya musuh sekarang, para pawang hujan. Mereka kerap kali berupaya keras agar tidak pernah turun hujan.

....Aku sedang berpikir keras. Bukankah aku merupakan rezeki bagi manusia? Itu yang dikatakan Tuhan.

Nyatanya banyak orang yang membenciku. Aku sangat sedih dan berduka. Aku bercerita pada Tuhan, dan meminta ijinnya untuk pergi lalu bersembunyi. Aku tak mau lagi bertemu dengan manusia..

***

2075

Musim kian tidak menentu. Dulu guru geografiku mengatakan bahwa untuk Indonesia yang beriklim tropis, musim hujan dan kemarau selalu terjadwal datang bergantian. Tapi kini musim kemarau lebih lama dari biasanya. Sungai-sungai mulai mengering, para petani kehilangan sawahnya, ikan-ikan kehilangan tempat hidupnya. Juga para ibu kebingungan untuk memasak dan mencuci pakaian, sumur air dirumah-rumah berwarna kuning, kekeringan. Air jadi barang langka dan sangat mahal harganya.

Mereka bertanya-tanya, 'Hujan, kau dimana?'

Tarian-tarian untuk memanggil hujan dilakukan. Aneka ritual 'mitos' dijalankan. Aneka macam sesajen disediakan. Segala doa telah dipanjatkan.

............hanya agar hujan segera datang.




Aku sudah bilang, manusia membuat hujan sangat sakit hati. Dia tak akan mau datang lagi.




Hujan jangan marah, sering-sering datang..


Kota Baja, sedikit demam.