Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2016

THE BUTTERFLY EFFECT

Gambar
'Lucu ya, dari awal temenan kita sampai sekarang ceritanya nggak bisa diduga', ujar Vitha malam itu saat kami makan disebuah kafe di Bangka. Dan untuk ini saya meng-iya-kan. Perkenalan awal saya dan Vitha dimulai karena rasa jealous dia karena saya dan pacarnya dulu, yang notabene kakak kelas saya sekantor, kerap pulang bersama naik bus malam ke Bandung. Alasannya jelas, saya baru kali pertama merantau dan masih takut pulang malam. Berawal dari situ justru kami lebih sering jalan, nonton ataupun sekedar ngopi-ngopi bersama. Lucu.  Saya ingat, dulu, saat itu saya sedang addict-addictnya dengan yang namanya travelling. Mengingat Vitha yang memang orang Bangka, kami sempat berwacana untuk kapan-kapan saya berkunjung kesana. Dan taraaaaa! 3 tahun kemudian takdir justru menuntun saya untuk bisa 'berlibur' sementara di pulau ini dalam waktu beberapa tahun kedepan.

CINTA SEMBILAN PULUH JUTA

Gambar
*** Tulisan ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, mungkin itu adalah kebetulan semata atau bisa jadi ada sedikit unsur kesengajaan. lol *** pic source Di suatu kota, menjelang petang.  Mika menutup lacinya perlahan lantas memutar kunci ke sebelah kiri sebanyak dua kali, kemudian berjalan menyusuri koridor untuk menuju mesin absensi sambil membetulkan letak earphonenya. Dia membiarkan suara David Cook meracuni pikiran kalutnya. “Tumben jam segini sudah mau pulang,” ujar suara itu tiba-tiba. Mika refleks membalik. Albara, –pemilik suara itu, laki-laki yang beberapa tahun belakangan menjadi tempat sampah dan teman curhatnya itu, sudah berdiri di belakangnya. Mika hanya tersenyum, kemudian meneruskan langkahnya disusul Bara. Banyak yang mengatakan, mustahil bagi sepasang laki-laki dan perempuan untuk bisa membangun persahabatan tulus tanpa melibatkan perasaan, hati, atau cinta diam-diam. Namun kenyataannya, Mika da

EID MUBARAK!

Gema takbir berkumandang yang menandakan datangnya hari kemenangan beberapa hari lalu. Di pagi buta seisi rumah sudah dibangunkan untuk persiapan shalat Ied di lapangan dekat rumah oleh Mama. Ini tahun kelima saya Idul Fitri di Bandung dengan status anak rantau dan rasanya ada sesuatu yang berbeda.  Sudah lama rasanya saya tidak se-cengeng ini, mendengar gema takbir, lantunan shalawat, senyum sanak saudara juga tetangga, akhirnya membuat pertahanan saya menyerah juga. Antara haru dan malu. Lantunan syukur terucap kepadaNya. Itu saja. Isak saya tahan justru saat Abah memeluk dan membisikkan beberapa 'pesan' lantas ditutup dengan Ia mencium kening saya. 'Doakan ya, Bah' , tutur saya sambil menyeka air mata. Idul Fitri kali ini kami tidak jadi 'mudik' mengunjungi sanak saudara karena satu dan lain hal. Setelah Kakek dan Nenek wafat beberapa tahun lalu rasanya Idul Fitri tidak lagi sama, semacam tidak lagi punya kampung halaman untuk dikunjungi setiap tahu

MENERTAWAKAN DIRI SENDIRI

Gambar
Pagi ini saya awali dengan terbangun pukul 3 pagi dan kemudian dilanjutkan tarik selimut kembali. Serius, Bandung sedang dingin-dinginnya. Entah saya yang sudah terlalu terbiasa tinggal ditempat yang luar biasa panasnya. Dan tiap kali pulang, bersin dan flu seolah jadi kebiasaan sehari-hari. Ah, payah. Setelah dua minggu lalu rasanya hidup saya sedang serusuh-rusuhnya, seriweuh-riweuhnya, finally here it goes. Saya sedang duduk didepan laptop sembari menunggu adzan Subuh, diselingi membuat laporan kerjaan, di rumah. Nama: Anggi. 24 Tahun. Setelah punya hobi ketinggalan handphone berkali-kali, bahkan entah bagaimana bisa sampai masuk kedalam tempat sampah, sekarang dia punya hobi baru menghilangkan seperangkat kunci motor, kunci rumah dan kunci kantor. Teledor, seperti biasanya. Setelah riweuh menyusuri satu per satu tempat tepat sehari sebelum kehilangan kunci selepas berbuka puasa, membuat repot satpam kantor, dan mencari tiap sudut parkiran motor, hasilnya pun nihil. Akhirn