Mengisahkan Sebuah Tunggu..

Menunggu.. 

Saat hendak pergi ke kantor, banyak orang menunggu bis yang akan membawa kita ke tempat dituju. Seseorang yang hendak bertemu teman juga seringkali diminta menunggu. Ketika ada gangguan cuaca, penumpang pesawat pun dipaksa untuk menunggu. Kita pun sebetulnya tak jarang menjadi orang yang menunggu ataupun yang ditunggu. 

Menunggu.

…..apa ini hanya soal waktu? 

Kalau boleh aku tebak, pasti 9 dari 10 orang akan mengatakan kalau mereka sangat membenci pekerjaan yang satu ini. Menunggu. Ada yang bilang menunggu itu hanya soal mengulur waktu, sedikit demi sedikit, sedetik demi sedetik ..hingga waktu yang dinantikan itu tiba pada saat yang tepat. Begitu katanya. 


Ada sesuatu perihal tunggu yang selalu membuatku tersenyum, entah itu saat aku dalam posisi sedang menunggu ataupun ditunggu. Dalam dua posisi itu aku akan sama-sama panik, luar biasa. 

Saat menunggu, aku akan sibuk berkutat dengan layar 4 inch dalam genggamanku sambil membiarkan jari-jariku menari diatas keypad qwerty, memberondong ‘si yang sedang ditunggu’ dengan pertanyaan yang sama berulang-ulang kali. 

Dalam posisi ditunggu, aku juga panik. Aku panik saat orang yang menungguku melontarkan puluhan pertanyaan yang sama terus menerus. Biasanya.. ‘Udah dimana?’, begitu dan begitu seterusnya. 

Tapi sejauh ini, aku adalah orang yang mempunyai track record bagus soal tepat waktu. Aku punya sebuah toleransi yang sangat minim pada keterlambatan hingga membuat orang menunggu ataupun menjadi orang yang ditunggu. 

Dalam sebuah hubungan, menunggu bukan lagi hal yang baru. Seorang wanita yang menyukai seorang pria harus menunggu. Seorang pria yang hendak menyatakan cinta juga harus menunggu. Semua perlu sebuah kata bernama ‘tunggu’. 

Menunggu sesuatu yang berbayang dan tidak pasti itu kadang menyebalkan. Kamu tahu apa maksudku? Ah, ya! Ketidakpastian. Walaupun kita tahu pasti bahwa sesuatu yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri. 

Dalam tunggu, kerap seseorang akan ada yang lelah, pasrah hingga akhirnya menyerah. Jika soal cinta kita mengibaratkan hal yang sama, lantas bagaimana? 

Menunggu itu seperti halnya rahasia yang sulit terungkap atau terkadang makna yang dulu tak pernah sempat terucap. 

Menunggu..

Jika bicara soal waktu. Bagaimana jika kelak dua orang berhenti saling mencinta? Atau bisa jadi cinta itu tetap ada hanya saja tak lagi sama rasanya. Maka dari itu, berterima kasihlah pada waktu, karena dia yang mengajari segala hal yang kita perlu. 

Kali ini aku tidak mau mengabaikan rindu. Anggaplah saja menunggu itu proses menikmati waktu yang melambat tanpa batas, tanpa tenggat yang jelas. Terkadang hidup juga sekejap perlu perhentian, bukan? Sebagai pengingat bagi diri kita sendiri bahwa jalan didepan masih panjang, jadi jangan terburu-buru, jangan berpikir kita dikejar waktu. 

Walaupun dalam tunggu, kerap terselip ragu. Yang sering aku salah artikan adalah bahwa dalam setiap nostalgia bukan soal waktu yang melahirkan kerinduan, tapi kerinduan lah yang menciptakan waktu..


xx,
agistianggi