Terima Kasih, Papa..
Sejujurnya dulu tak banyak kenangan manis yang aku lalui bersama Papa. Dulu ia termasuk orang yang kaku, keras dan tegas terhadap kami, anak-anaknya. Ia tak segan memarahi ketika aku dan adikku melalaikan kewajiban lima waktu. Sifatnya yang keras adalah hasil didikan keras yang diterapkan kakekku semasa beliau masih ada. Itu pula mungkin yang ingin ia ajarkan pada kami. Disiplin.
Perubahan sikap Papa mulai terasa ketika aku mulai duduk dibangku kuliah. Jarak yang cukup jauh membuatku memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah kos bersama temanku. Waktu pertemuan yang kurang membuat aku dan Papa lebih sering ngobrol hanya saat aku pulang. Dan semenjak itu pula aku rasa Papa mulai berubah menjadi super-protektif. Saat aku akan pergi dengan temanku, ia bertanya dari A sampai Z mau kemana, dengan siapa, dan mau berbuat apa dengan teman-temanku *halahhh, oke skip*. Begitu pun ketika hampir jam 9 malam aku belum pulang, puluhan sms beruntaian memasuki handphone-ku, menyuruhku segera pulang.
Kenangan unik lainnya sewaktu aku mulai berani membawa 'teman lelakiku' ke rumah. Hmm..atau sebut saja dia kumbang pacar. Pertama datang, Papa langsung mengintrogasinya, menanyakan siapa namanya, kuliah dimana, jurusan apa, semester berapa, rumahnya dimana. Lucu! Ya, mungkin berhubung aku anak pertama jadi Papa pun belum berpengalaman menghadapi anaknya yang mulai dewasa, yang mulai menyukai lawan jenisnya. Di satu sisi, kerap kali aku melihat Papa merasa tersaingi. Kalau pacar sedang dirumah, biasanya Papa ikut nimbrung, atau ketika aku mau berangkat ke suatu tempat Papa suka tiba-tiba menawarkan diri untuk mengantar.
Dan sekarang, ketika aku berpindah kota untuk mengejar mimpi dan cita-cita.. kedekatan dengan Papa sama sekali tak berkurang. Ketika di Sabtu malam atau Minggu pagi asyik menonton kartun di televisi, Papa yang sedang sarapan sering memaksa untuk menyuapiku. Entahlah.. tapi aku pikir Papa mulai merasa kehilangan. Anak perempuan kecil yang dulu dia timang, sekarang sedang berusaha untuk menjadi wanita dewasa. Anak ingusan yang dulu dia gendong seharian, kini sedang berusaha membuktikan tanggung jawab untuk membuat dirinya berguna. Anak yang dia timang dengan sepenuh sayang ini, sekarang sedang menata langkah baru untuk merangkai mimpinya di masa depan.
We're often so busy growing up, we forget he is also growing old. Kata-kata ini yang menyadarkan aku bahwa selama ini aku sibuk memikirkan diri sendiri, tanpa menyadari bahwa Papa juga semakin tua. Rambut putih mulai tumbuh di kepalanya. Kulit sawo matangnya mulai menyiratkan garis halus, tanpa mengurangi ketampanannya.
pic source |
Saat mengantarku ke terminal kemarin, hujan deras mengguyur Bandung dari sore hingga malam menjelang. Papa merelakan jaket kesayangannya untuk aku gunakan agar tidak kehujanan. Dia membawakan tasku, mengantarkanku sampai duduk di dalam bis, dan sepanjang perjalanan mengirimiku pesan singkat untuk mengabari sesampainya dikosan. Terima kasih, pa..
Satu harapku, semoga Tuhan memberinya umur panjang dan kesehatan, agar ia bisa melihat aku menikah. Menyerahkan tanggung jawab yang dipikulnya selama ini kepada seorang pria yang aku pilih menjadi imamku selanjutnya. Melihat anak-anaku tumbuh selagi ia menua. Semoga ia senantiasa dilindungi dan diberi Rahmat olehNya. Aamiin.