Ayo Lawan Koruptokrasi!
Rumah Perkara | Emil Heradi
“Kang, jadi lurah itu harus melindungi warganya! Yang susah di bantu, yang sakit diobati.”“Bu, kamu juga ikut-ikutan mau nyalahin aku? Ini bukan buat aku bu”“Lantas buat siapa kang? Kamu jadi lurah itu buat siapa sih? Bagaimana nanti warga melihat keluarga kita. Aku hanya mikirin anak kita kang”, keluh istrinya.“Kamu itu nggak tau ya, ini itu buat kamu, buat anak kita”, bela Pak Lurah.
Itu adalah sepenggal cuplikan dialog antara seorang Lurah, bernama
Yatna (Teuku Rifnu Wikana) dengan istrinya. Pada cerita ini mengambil latar
belakang suasana daerah di sebuah pinggiran kota, dimana seorang lurah menyalahgunakan
wewenang yang dimilikinya untuk membantu proses penggusuran rumah warga yang
hendak dijadikan sebuah proyek real
estate. Pada prosesnya, lurah tersebut melakukan hal tersebut dengan
mengiming-imingi para warga dengan
menjanjikan penghidupan yang lebih baik dengan mengatas namakan Tuhan.
***
Aku Padamu..| Lasja F. Susatyo
“Semua prosedurnya kan udah kita jalanin, bayar orang kayak gini kan udah biasa”, ucap Vano kepada Laras.
“Kalau semua orang kayak kamu, calo kayak gitu itu bakalan hidup terus. Semua masalah besar itu berasal dari masalah yang kecil. Dan kamu adalah cerminan rumah kamu”, tanggap Laras.“Apa?”, Tanya Vano heran.“Iya, kamu itu cerminan rumah kamu.”
Cuplikan dialog ini terjadi antara Vano (Nicholas Saputra) dengan
Laras (Revalina S. Temat) yang terjadi di depan kantor KUA. Mereka hendak kawin
lari karena orang tua Laras yang tidak menyetujui hubungan mereka, namun karena
tidak adanya satu syarat administrasi untuk kelengkapan untuk menikah, lantas
Vano berpikir untuk menggunakan seorang calo untuk memuluskan niat mereka untuk
dapat segera menikah. Tapi, Laras tidak mau, dia teringat pada sebuah memori
masa kecilnya tentang seorang guru yang bernama Pak Arwoko (Ringgo Agus Rahman)
yang menjadi salah satu dari sekian banyak korban sistem yang tidak adil.
“Kalau belum nikah aja kamu
udah berani nyogok Tuhan, gimana ntar?”,ujar Laras.
Sampai akhirnya Vano sadar dan berkata,“If you wanna do right thing, let’s do it in the right way”
***
Selamat siang, Risa! | Ine Febriyanti
“Ini adalah kebijaksanaan dari kantor untuk Mbak Risa. Ini baru 250 ribu dollar aja cash. Nanti masih ada lagi bulan depan setelah proyek dimulai, sekitar 12 bulan terserah mau dipecah berapa”, ujar seseorang yang hendak menyogok Risa untuk memudahkan proses perijinan sebuah proyek di ruang kerjanya.
Lalu, ingatannya kembali ke memori masa kecilnya, dimana Ayahnya, Armoko (Tora
Sudiro) bekerja menjadi seorang mandor gudang yang memiliki sikap tegas yang
jujur dan taat aturan. Namun, ketika itu sikap ayahnya tersebut diuji ketika adiknya
menderika sakit parah sementara ia dan istri (Dominique) sedang tidak memiliki
uang untuk mengobatinya.
“Sebelumnya saya sudah meminta persetujuan atasan Anda untuk hal ini, beliau berkata Anda penanggung jawab gudang ini. Saya mohon bantuan Anda, Pak. Karena jika tidak saya akan rugi besar”
Diantara kebimbangan akan kebutuhan dan beban tanggung jawabnya dia berkata, “Saya rasa ko abeng harus mencari gudang yang lain. Ini diluar tanggung jawab saya, saya belum pernah berada pada situasi seperti ini”
“Semua hal sudah selesai saya urus, tinggal gudang ini yang berada dalam wewenang pak Moko saja.”
“Tapi..”
“Pak Moko, saya tau Pak Moko ini sedang membutuhkan uang. Saya juga kalau ada tempat lain, tidak mungkin kemari, tapi jika tidak saya bisa rugi besar. Pak Moko, saya tidak tau lagi harus berkata apa. Entah saya yang tidak tahu malu atau Pak Moko yang terlalu jujur. Terus terang uang itu tidak ada artinya buat saya pak, maka dari itu saya bisa memberikan lebih untuk Bapak. Semua orang butuh uang pak, jaman sedang sulit. Tapi semua terserah bapak”, rayunya lagi.
“Semua orang butuh uang, semua orang lagi susah, semua orang butuh makan, butuh beras. Tapi kenapa orang yang sukses seperti Anda ini malah menimbun beras. Mungkin saya bodoh pak, mungkin saya salah. Tapi kesalahan dan kebodohan saya tidak akan pernah saya sesali sampai mati.”, tegas Pak Moko.
Cuplikan dialog itu mengiang sampai Risa beranjak dewasa,
keteguhan sikap Ayahnya untuk menolak segala bentuk suap walaupun dalam kondisi
kesusahan membuat risa sadar akan banyak hal bahwa ‘Semua hal kembali dari asal, dari mana kita, bagaimana kita berasal.
Kebaikan lahir dari kebaikan sebelumnya, hal yang mungkin terdengar absurd di
jaman ini. Tapi minimal masih ada yang mampu bertahan..’
Dan dengan tegas diruangan itu Risa mengembalikan amplop tersebut sambil tersenyum dan berkata, “Maaf, Pak. Saya tidak bisa”.
***
Psssst… Jangan bilang siapa-siapa.. | Chairrun Nissa
Cerita ini berkisah tentang penelusuran salah seorang siswi
sekolah menengah atas di sekolahnya tentang mudahnya pembibitan sebuah tindakan
korupsi kecil yang bahkan sudah dimulai dari lingkungan keluarga dan sampai
akhirnya terbawa sampai dengan kehidupan sehari-hari dilingkungan sekolah.
Dimana seolah-olah tindakan ini merupakan hal kecil yang telah legal hukumnya
kemudian dianggap sepele dan biasa saja. Hal ini terlihat dari persekongkolan
guru untuk mencari keuntungan dari penjualan buku dengan memanfaatkan siswanya
sampai dengan permintaan pembayaran buku kepada orang tua yang di mark-up
harganya dan dibiarkan begitu saja..
“Kok mereka merasa benar ya
walaupun melakukan hal yang salah. Menurut kalian siapa yang salah?”, ucap
Githa di akhir video yang dia unggah di salah satu media internet.
***
Keempat
cuplikan dialog tersebut adalah cuplikan sebuah film omnibus yang berisi
gabungan empat film pendek berjudul ‘Kita Versus Korupsi’. Pernah dengar
sebelumnya? Atau barangkali kamu sudah pernah tonton film ini? Apa malah kamu
baru tahu? Ya, film ini memang tidak diliris secara luas di layar lebar dan
hanya dirilis secara terbatas dengan
memutarkannya melalui rangkaian kegiatan roadshow yang digelar dari satu kota
ke kota lain di seluruh Indonesia. Film ini di produksi oleh Transparency
International Indonesia (TII), United State Agency International Development
(USAID) yang dirilis pada bulan Januari 2012 lalu. Saya sendiri mengetahui film
ini ketika beberapa bulan yang lalu, sebuah perusahaan BUMN terkemuka di
Indonesia melakukan nobar alias nonton bareng film ini. Jika kamu penasaran,
kamu juga bisa menonton film dengan durasi kurang lebih satu jam ini melalui
media YouTube loh.
‘Kita
Versus Korupsi’ sungguh sebuah film yang kaya akan pesan moral yang hendak
disampaikan oleh keempat sutradara pembuat film ini. Sebuah cara penyampaian
pesan yang sangat apik dan tegas untuk menghantarkan sebuah kisah dengan menyinggung
problematika dunia politik Indonesia saat ini, ya apalagi kalau bukan korupsi.
Film
‘Kita Versus Korupsi’ menggambarkan berbagai hal yang berkenaan dengan tindak
pidana korupsi di Negara kita yang tercinta ini. Suatu tindak pidana yang bahkan
dapat dikatakan sudah menjadi penyakit yang kian mewabah, tidak saja hanya di
kalangan elite politik tapi juga sampai ruang lingkup terkecil, keluarga.
Inilah yang saya salut dari film ini, ditengah perfilman Indonesia yang kian
carut marut dibumbui dengan film berbau pornografi dibalut dengan horror, film
ini akan membawa suatu kesan tersendiri bagi pecinta film tanah air. Tapi,
jangan bayangkan bahwa film ini mencoba untuk menggambarkan suatu proses
perlawanan terhadap tindakan-tindakan korupsi dalam skala besar, film ini
justru lebih menunjukkan bahwa sebenarnya suatu tindakan korupsi ternyata bisa
saja terjadi dalam berbagai sudut kehidupan, dalam kegiatan kita sehari-hari.
Dalam keluarga kecil kita.
Menariknya
lagi, film ini sedikit pun tidak memberikan sebuah tudingan atas sebuah
tindakan korupsi, melainkan dengan penyampaian setiap cerita yang berbeda
dimana nyatanya sebuah tindakan korupsi yang dilakukan oleh seseorang secara
perlahan tapi pasti akan memberikan dampak bagi para pelaku maupun orang
sekitarnya. Sebuah penyampaian pesan yang patut diacungi jempol, dimana kita
para penonton diajak untuk dapat melihat dan mengambil hikmah atas dampak
korupsi yang dilakukan. Film ini juga menurut saya dapat nilai-nilai kejujuran
serta kesadaran untuk selalu ‘bersih’ dari segala kegiatan yang menyalahi
aturan.
Teknologi dan Media, Suatu Cara Menyuarakan Gerakan Anti-Korupsi..
Perjuangan
untuk melawan tindak pidana korupsi harus gencar disuarakan dan dilakukan oleh
seluruh masyarakat Indonesia. Penggunaan
film sebagai salah satu media untuk menyuarakan gerakan anti-korupsi, dalam hal
ini film ‘Kita Versus Korupsi’, dapat menjadi salah satu dari sekian banyak
media untuk mengingatkan masyarakat untuk menghindari tindakan ini. Film,
disadari bahwa dari sebuah film itu dapat mempengaruhi suatu pandangan umum,
cara berpikir dan bersikap dari penontonnya. Film menawarkan suatu cara baru
dalam kampanye anti-korupsi, membentuk suatu gambaran sederhana bahwa nyatanya
korupsi tidak melulu soal para pejabat pemerintah saja, di suatu perusahaan
saja, melainkan juga ada di sekitar kita ..di jalanan, di sekolah, dan bahkan
dapat terjadi di rumah kita sendiri. Juga, tidak melulu orang lain berpangkat
tinggi, bahkan diri kita sendiripun bisa mempunyai peluang untuk melakukannya. Film
bisa jadi sebuah cermin, pantulan dari apa yang sehari-hari kita lihat, kita
dengar dan kita rasakan.
Selain
film, media jejaring sosial juga bisa digunakan sebagai salah satu gerakan
anti-korupsi, seperti misalnya Twitter, Blog, Facebook dan media sejenis
lainnya. Ya, memang seiring perkembangan jaman kegiatan untuk menyuarakan
gerakan-gerakan melawan korupsi tidak lagi hanya dilakukan dengan turun langsung
ke jalan, melakukan aksi demonstrasi yang sudah kita ketahui seringkali hanya
berujung pada tindakan anarkis yang mengakibatkan adanya korban jiwa. Pemanfaatan
media jejaring sosial ini akan sangat lebih efektif dan efisien untuk mengembangkan
dan menyuarakan gerakan anti-korupsi, mengingat sudah tidak adanya batasan usia
maupun gender bagi pengguna internet di Indonesia.
Yang
saya ingat beberapa minggu lalu, pada gerakan ‘Save KPK’ yang ramai dilakukan banyak masyarakat Indonesia dari
berbagai kalangan, baik tua sampai muda, melalui media sosial Twitter. Coba
saja buka hagstag #SaveKPK yang pada saat itu langsung menjadi trending topic di Twitter sebagai salah
satu gambaran dukungan dari masyarakat Indonesia terhadap KPK saat penyidik
Polri hendak menyeret kompol Novel dan soal isu memanasnya hubungan antara KPK
dengan Polri. Sudah barang tentu ini menjadi perhatian seluruh masyarakat
Indonesia, selain karena pemberitaan yang kian hari kian marak di media
elektronik dan menjadi headline media cetak.
Media
lain yang tidak kalah berpengaruh adalah blog. Ya, pengguna blog di Indonesia
yang jumlahnya tidak sedikit juga bisa dijadikan salah satu media kampanye gerakan
ini. Media ini cukup efektif, karena dalam blog itu para penggunanya bisa
dengan bebas menyampaikan gagasan dan opininya atas suatu hal atau topik
tertentu. Hal ini tidak jarang membuat sebuah blog dapat berpengaruh dalam
penyebaran suatu pesan atau isu tertentu di masyarakat. Blog juga sekarang ini mempunyai
suatu komunitas-komunitas yang sudah banyak jumlahnya. Melalui acara gathering
komunitas atau sejenisnya, gerakan kampanye via blog juga sangat efektif dalam
menentukan sasaran pembelajaran anti-korupsi.
Gerakan
#SaveKPK!
Konflik terakhir yang marak diberitakan seluruh media massa di Indonesia adalah mengenai isu memanasnya aroma perseteruan antara KPK dengan Polri, terkait dengan konflik di balik kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara RI, yang melibatkan petinggi Polri itu sendiri. Sungguh ironi bukan?! Aparat hukum sebagai pilar dalam perang melawan korupsi justru saling 'berperang' dengan aparatus hukum lainnya untuk melindungi anggotanya yang korup. Yang terlihat di mata publik kini adalah bahwa Polri yang secara terstruktur dan didukung otoritas kekuasan melakukan aneka bentuk pertahanan diri, melalui tindakan pre-emtif penangkapan, penghalangan dan penyerbuan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengancam khususnya unsur-unsur KPK.
KPK
merupakan satu-satunya intitusi penegak hukum yang sekarang ini masih
diharapkan rakyat untuk dapat memberantas para poli-‘tikus’ pelaku korupsi yang
merugikan Negara dan seluruh rakyat Indonesia. Nyatanya, kenyataan sekarang
yang terlihat adalah kian banyak tindakan-tindakan yang dilakukan oknum-oknum
yang berusaha untuk merobohkan tiang-tiang penyangga KPK, agar ia pincang atau
bahkan kalau bisa sampai dihilangkan. Mulai dari isu bahwa KPK akan dibubarkan,
hingga saat ini yang terlihat adalah dimana upaya Komisi III DPR RI yang sedang
mencoba menggodok revisi UU no. 30 tahun 2002 yang bertujuan untuk menghapus
wewenang KPK dalam melakukan penuntutan dan penyadapan. Yang saya lihat dari
hal ini bahwa para koruptor beserta para sekutunya semakin secara terbuka
berusaha melakukan berbagai cara untuk melemahkan upaya KPK untuk melawan
korupsi. Kalau memang sudah merasa melakukan hal yang benar, kenapa harus takut
disadap? Sungguh miris.
Sebenarnya KPK maupun Polri memiliki peran yang sama, yakni mengarahkan, mengendalikan atau menjaga gestur, perilaku, opini atau wacana, agar bersih dari korupsi. Nyatanya ketika otoritas digunakan dalam membela anggota yang terlibat kejahatan, disana kekuasaan bersimbiosis dengan kejahatan. Hal ini jelas menciptakan semacam keadaan darurat yaitu kondisi ketakseimbangan antara hukum publik dan fakta politik. Prinsip demokrasi~di mana kekuasaan berada di tangan rakyat~kini menjelma jadi 'koruptokrasi' (corruptocracy), dimana kekuasaan politik dipegang oleh para pejabat, politikus, dan aparat korup dengan rakyat sebagai korbannya.
Rakyat
harus terus bergerak! Rakyat harus secara langsung turun tangan dan terjun ke
lapangan! Ini satu-satunya cara yang dapat dilakukan guna menghadapi situasi
politik Indonesia yang semakin tidak terkendali ini. Gerakan #SaveKPK di media
sosial Twitter merupakan salah satu cara yang terbukti ampuh membuat ribuan
masyarakat menyambangi KPK saat bersitegang dengan Polri hingga bahkan menarik
perhatian Presiden yang mendengar aspirasi masyarakat yang kian menderas
melalui media ini. Seiring dengan perkembangan jaman, tentu saja hal ini harus
bisa kita manfaatkan, terutama dalam mengoptimalkan kemajuan teknologi dan
informasi dengan sebaik mungkin juga mengantisipasi terjadinya akibat negatif
dari hal tersebut. Dapat dilihat kan bahwa perlawanan terhadap korupsi tidak
hanya bisa dilakukan di dunia nyata, tapi juga bisa dilakukan di dunia maya.
Di luar hal itu semua, di luar seberapa
efektifnya media sosial, media massa atau media cetak untuk melawan korupsi dan
menyuarakan gerakan anti korupsi, semua itu kembali kepada pribadi
masing-masing orang tersebut. Maka dari itu mari kita, seluruh masyarakat
Indonesia, bersama-sama menumbuhkan gerakan anti-korupsi mulai dari diri sendiri,
mulai dari lingkungan sekitar, mulai dari keluarga kecil kita. Karena setiap tindakan
kecil yang dilakukan sebagai pembelajaran untuk tidak melakukan tindakan
korupsi dalam bentuk apapun dalam nilai sekecil apapun, itu akan menjadi sebuah tembok pembatas agar kita tidak bertindak demikian. Ingat, ‘Semua hal kembali dari asal, dari mana kita, bagaimana kita berasal. Bahwa
kamu adalah cerminan rumahmu. Kebaikan lahir dari kebaikan sebelumnya, hal yang
mungkin terdengar absurd di jaman ini. Tapi minimal masih ada yang mampu
bertahan..’
“If you wanna do right
thing, let’s do it in the right way”. Jadi, untuk melakukan hal yang benar, mari kita
lakukan dengan jalan yang benar. Begitu bukan?!
Melawan Korupsi?! Siapa Takut!
Referensi:
Wikipedia,
2012, Kita Versus Korupsi, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kita_Versus_Korupsi, diakses
tanggal 23 Oktober 2012)
Indonesia
Bersih, 2012, Melawan Korupsi melalui Media Sosial, (http://www.indonesiabersih.
org/sorot/melawan-korupsi-melalui-media-sosial/, diakses tanggal 23 Oktober
2012)
Indonesia
Bersih, 2012, Memperluas Gerakan Sosial Melawan Korupsi Lewat Lomba Blog, http://www.indonesiabersih.org/info-indonesia-bersih/memperluas-gerakan-sosial-melawan-korupsi-lewat-lomba-blog/
, diakses tanggal 23 Oktober 2012)
Kompas.com,
2012, KPK Luncurkan Film Antikorupsi, (http://nasional.kompas.com/read/2012/01/26/18442128/KPK.Luncurkan.Film. Antikorupsi, diakses tanggal 23 Oktober 2012)
Kompas.com,
2012, Kita versus korupsi, Gambaran Risiko Korupsi, (http://nasional.kompas.com/read/2012/01/27/08261347/
Kita.versus.Korupsi..Gambaran.Risiko.Korupsi, diakses tanggal 23 Oktober 2012)
Koran Kompas, Koruptokrasi, 19 Oktober 2012, Jakarta.