KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI!
Korupsi?! Korupsi berasal dari bahasa
latin ‘coruptio’ yang bermakna busuk,
menggoyahkan, rusak, memutarbalik atau menyogok. Sedangkan secara harfiah, korupsi
itu merupakan suatu perilaku pejabat publik, baik politisi maupun aparatur negara
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka
yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka. [1]
Korupsi bukan merupakan hal yang asing lagi
ditelinga kita sekarang ini, bukan?! Bahkan bisa dikatakan kata ‘korupsi’ ini
merupakan santapan sehari bagi setiap pasang indera pendengaran seluruh
masyarakat Indonesia. Mulai dari pemberitaan seluruh media massa, seperti
berita TV nasional maupun lokal, headline Koran-koran, tema sebuah forum
diskusi, bahkan sampai obrolan kecil di sebuah metromini pun pernah saya dengar
membahas hal ini. Ya, korupsi!
Sedih? Tidak! Saya, kami, seluruh
masyarakat Indonesia merasa kecewa. Bukankah ini bisa dikatakan sebagai hal
yang sangat miris? Indonesia adalah Negara yang katanya berlandaskan hukum dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Lalu, implementasinya? Ah,
sudahlah..
Korupsi. Ya, lagi dan lagi korupsi. Persoalan
korupsi di Indonesia sudah bisa jadi dikatakan sebagai suatu ‘penyakit’ yang
melekat pada orang-orang tak bertanggung jawab. Bukan lagi menjadi suatu hal
yang membudaya, tapi sudah membudidaya, semacam beranak-pinak, sudah mendarah
daging bagi setiap pesakitan-nya. Korupsi bagaikan sudah menjadi suatu wabah
penyakit yang menular di berbagai level golongan, tidak hanya dari aparatur negara
tingkat paling tinggi, bahkan juga sampai aparatur negara level bawah. Ironi.
Beragam upaya telah dilakukan guna
mengatasi tindak pidana yang satu ini, pendirian lembaga-lembaga terkait,
adanya reformasi birokrasi, dan setumpuk upaya lainnya. Lalu apa? Nyatanya hal
itu belum sepenuhnya berhasil untuk dapat memberantas korupsi. Bagaimana tidak,
yang terlihat sekarang adalah bahwa satu persatu kegagalan atas pengadilan para
koruptor lebih sering terjadi. Bahwa nyatanya para koruptor berduit dengan
mudahnya menyuap sana-sini, kanan-kiri, atas-bawah, untuk bisa lepas dari jerat
hukuman pidana. Belum lagi beberapa kasus korupsi skala besar yang terbengkalai
tanpa akhir yang jelas. Duh, Indonesia oh Indonesia..
Tidak hanya kacaunya sistem politik
dan fungsi pemerintahan di Indonesia, terkurasnya uang negara serta
ketidakadilan, dampak lain yaitu pada perekonomian negara yang jelas akan
berimbas kepada kesejahteraan umum, terutama para rakyat kecil. Korupsi juga
nyatanya bisa melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan
program pembangunan yang juga akan menghambat upaya pengurangan kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan.
Potensi untuk melakukan tindakan korupsi
sebenarnya dimiliki oleh setiap manusia. Bibit korupsi itu bisa hadir dalam
diri setiap orang bahkan sejak ia masih kanak-kanak. Keluarga, dalam hal ini
lingkungan dan masyarakat sekitar merupakan satu scope kecil yang turut mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang
kelak dikemudian hari.
…Korupsi
itu adalah ketika seorang anak berani meminta uang kepada orang tuanya untuk
membeli buku dengan melebihkan nominal harga buku tersebut.
…Korupsi
itu adalah ketika seseorang berusaha memberi ‘upah’ ketika ia membuat SIM agar prosesnya
dapat dipercepat.
…Korupsi
itu adalah ketika seorang pemimpin mengingkari amanah rakyat untuk memperkaya
diri sendiri.
Keberhasilan-keberhasilan dalam melakukan satu persatu korupsi kecil bisa membuat orang terbiasa melakukannya, sehingga suatu saat bukan tidak mungkin pelakunya bisa melakukan korupsi besar. Korupsi kecil bukan melulu soal dan berupa uang, tetapi juga bisa bermulai dari korupsi waktu dan hal lainnya. Yang perlu diingat adalah bahwa segala sesuatunya itu bermula dari hal-hal kecil.
Namun, pada dasarnya ada dua motif yang mendorong seseorang melakukan tindak korupsi, diantaranya dorongan kebutuhan (need driven) dan dorongan kerakusan (greed driven). Diluar itu semua, sebenarnya tindak pidana korupsi bisa terjadi karena memang ada niat dan kesempatan.
Upaya apa yang harus
dan sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini?!
KPK memang merupakan salah satu alat
dalam upaya memberantas tindak pindana korupsi yang selama ini gencar
disuarakan oleh pemerintah. KPK merupakan suatu lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas serta wewenangnya bersifat independen, artinya tidak boleh
ada intervensi atau campur tangan dari pihak lain dalam penyelidikan ataupun
kegiatan terkait lainnya.
Lahirnya KPK sebagai hasil dasar
pemikiran dunia hukum, dimana korupsi disadari merupakan salah satu tindak kejahatan
yang sungguh sangat luar biasa. KPK dibentuk atas hasil dari pemikiran para
anggota parlemen ‘bersih’ yang berharap pemberantasan korupsi dapat dilakukan
lebih intensif, tapi sekarang yang terlihat adalah bahwa banyak anggota
parlemen ‘kotor’ yang secara terselubung maupun terang-terangan mencoba untuk
mengamputasi kewenganan KPK dengan berusaha bergotong-royong dengan sekutunya
untuk membunuh karakter lembaga satu ini dihadapan masyarakat.
Hambatan demi hambatan datang terus silih
berganti untuk membuat kinerja lembaga satu ini mengalami kepincangan atau bahkan
kelumpuhan total dengan berbagai cara. Perlawanan balik dari para koruptor dan
para pendukungnya mulai tampak nyata yang menuntut dihentikan penyelidikan
bahkan menutup kasusnya, upaya pemangkasan kewenangan melalui penyusunan revisi
UU KPK, pembangunan wacana untuk membentuk suatu opini buruk dari publik atas
eksistensi KPK, tindakan fitnah kepada pimpinan KPK sampai dengan ancaman/terror
terhadap para pegawai dan pimpinan KPK hanya beberapa contoh dari tindakan pembunuhan
lembaga ini. Banyak hal lain yang dilakukan oleh pihak-pihak berkepentingan
guna merobohkan tiang-tiang KPK.
Selama ini banyak kasus korupsi yang
dibongkar oleh KPK, ada yang tuntas sampai selesai tapi ada juga yang sampai sekarang
penanganannya belum berujung dan menggantung. Pengananan beberapa kasus yang
tidak berkesudahan oleh KPK disinyalir menghadapi kendala dalam hal
independensi dalam penegakan hukum, terutama jika kasus tersebut memiliki
kaitan dengan para penguasa besar, terlebih yang melibatkan aparat penegak hukum,
para elit politik internal serta mafia bisnis kelas kakap. Dalam hal ini, tidak
bisa kita pungkiri bahwa memang uang dan kekuasaan itu bersuara. Bukan begitu?!
Selanjutnya apa?
Seperti yang diketahui bahwa suatu negara
terdiri dari tiga komponen utama, yakni pemerintah, masyarakat dan swasta. Dan, keberhasilan suatu negara sangat bergantung
pada kinerja dan kerja sama dari ketiga komponen ini. Jadi selain tugas dari
pemerintah, peran aktif dari masyarakat juga sangat diperlukan dalam upaya
perbaikan bangsa, dalam hal ini tentunya upaya untuk memberantas tindak pidana
korupsi. Korupsi itu musuh kita bersama. Jadi, tanpa adanya dukungan segenap
masyarakat Indonesia, segala upaya apapun yang dilakukan untuk pemberantasan
korupsi tidak akan pernah berjalan efektif.
Hal lain yang perlu disadari adalah
bahwa dalam hal ini, korupsi, KPK bukan segala-galanya. Keterbatasan para
pengawas atau personil dari KPK dibandingkan dengan jumlah tindak pidana
korupsi yang ada di seluruh penjuru Indonesia sungguh sangat berbanding
terbalik. Disinilah dibutuhkan ‘bantuan’ masyarakat untuk bersama-sama
mengawasi, memberikan aduan dan pembinaan/sosialisasi mengenai gerakan bebas
korupsi untuk meminimalisir terjadinya tindak korupsi, mulai dari lingkungan
sekitarnya, juga mulai dari diri sendiri. Demi mewujudkan Indonesia yang
sejahtera dan bebas dari korupsi!
Masyarakat,
secara pribadi, bisa mulai menerapkan gerakan ‘Say no to Corruption’ kepada dirinya sendiri. Mulai dari kegiatan
sehari-harinya, dilingungan rumah dan sekitarnya. Dalam hal ini, moral dan
pengetahuan bisa jadi dasar bagi setiap masyarakat untuk menghindari praktik
tindak korupsi. Selebihnya, iman dan ketakwaan adalah rambu-rambu dan pedoman.
Adapun pembinaan spiritual melalui agama, acara sosialisasi umum maupun
kegiatan sejenis lainnya penting dilakukan untuk menjaga moral masyarakat. Selain
itu juga bisa dilakukan gerakan ‘bersih’ di lingkungan bermasyarakat ditempat
kita tinggal, mulai dari tingkat RT, RW sampai dengan tingkatan yang jauh lebih
tinggi. Kalau tidak dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar kita, lalu
darimana lagi?!
Selain itu, masyarakat juga mempunyai
hak untuk menyampaikan suara, baik itu saran atau pendapat secara bertanggung
jawab kepada para penegak hukum mengenai perkara tindak pindana korupsi. Dalam
hal ini, masyarakat yang mengetahui atau melihat adanya indikasi terjadinya
praktik-praktik korupsi dapat segera melaporkannya kepada KPK melalui web KPK Whistleblower’s
System sebagai salah satu media online
monitoring system.
Sistem ini merupakan sarana bagi
whistleblowers untuk memberikan pengaduaan dugaan adanya tindak pidana korupsi
yang telah terjadi maupun akan terjadi, yang melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggaraan negara dan orang-orang yang ada kaitannya dengan tidak pidana
korupsi yang dilakukan olehnya. Tidak perlu bimbang, ragu, apalagi khawatir.
Masyarakat yang melakukan pelaporan telah dijamin dan dilindungi identitasnya oleh
Undang-undang. Dengan hal ini, Anda telah mengambil bagian penting dalam upaya
perjuangan bangsa melawan korupsi.
Selain itu juga, masyarakat nyatanya
memiliki suatu energi yang luar biasa besar untuk mengawal proses pengusutan
kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak berwenang. Dalam hal ini masyarakat
berperan sebagai controler
(pengawas). Kegiatan unjuk rasa, dengar pendapat, audiensi, diskusi publik dan
kegiatan sejenis lainnya merupakan salah satu sarana yang kerap kali digunakan
oleh kelompok masyarakat untuk mendorong percepatan penanganan tindak kejahatan
yang satu ini.
Semua pilar-pilar yang saling berkaitan
dengan upaya dan proses penegakan hukum harus saling menopang dan menguatkan,
sehingga diharapkan tindak korupsi dapat ditekan seminimal mungkin. Memang yang
perlu kita sadari adalah bahwa korupsi tidak akan hilang sepenuhnya, sekalipun
pada negara yang sistem pemerintahannya sudah baik, tetapi melalui gerakan
bersama-sama memerangi korupsi dan dengan strategi yang jelas, maka diharapkan
tindakan korupsi ini akan banyak berkurang.
Dengan tidak membayar ‘uang saku’ pada
petugas terkait saat membuat SIM adalah salah satu bentuk pencegahan terhadap
tindak korupsi. Dengan tidak melebihkan permintaan uang buku kepada orang tua
adalah salah satu bentuk pencegahan diri untuk berbuat korupsi. Mulai tanamkan
dari diri sendiri, dari hati, meyakini bahwa korupsi bukan satu-satunya jalan
keluar untuk menuju hidup yang lebih baik.
Maka, tunggu apalagi? Sekarang saatnya
untuk kita mengambil bagian dalam misi menyelamatkan Indonesia dari kehancuran
akibat korupsi! Ingat, segala bentuk tindak kejahatan muncul bukan hanya karena
ada niat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan.
Lihat! Lawan! Laporkan! #SaveKPK
Tulisan ini dibuat untuk sebagai sebuah sumbang saran atas keprihatinan dan pemikiran pribadi melihat semakin maraknya tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia. Juga untuk mengikuti lomba menulis nasional dari 'Indonesia Menulis' dalam rangka Lomba Menulis dan Lokakarya Nasional dengan tema “Peran
Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi”.
Referensi:
Wikipedia
Web KPK
InfoKorupsi