Garuda Wisnu Kencana, Juru Foto dan Dilema Selfie
Google Maps beberapa kali membuat aku kecewa *halah bahasanya* karena sempat membuat salah jalan sebelumnya. Kali ini juga awalnya sempat ragu ketika diarahkan ke jalan yang justru memasuki kawasan pemukiman penduduk. Sempat mau berbalik, tapi saat lihat beberapa kendaraan lain melalui jalan yang sama dengan arahan maps akhirnya aku menuruti mereka.
Ketika jalanan mulai sepi, rumah hanya tinggal satu dua, dan sampai diujung jalan perumahan, deg.. kebun! Tapi maps tetep kekeuh nyuruh aku buat belok kiri nyusurin jalanan kebun itu haha akhirnya cuma bilang bismillah aja semoga nggak nyasar dan eh ternyata memang sampai di lokasi Garuda Wisnu Kencana Cultural Park. Sempat melewati Universitas Udayana juga sih, tapi lokasinya aneh juga ya nyenclok gitu tiap jurusannya dengan jarak yang lumayan jauh. Bener-bener kebangetan dah ini jalan pintasnya, ha!
Sampai di lokasi GWK aku memarkirkan kendaraan. Tempat ini sendiri berlokasi di Jalan Raya Uluwatu, Ungasan, Bali Selatan, sekitar 15 km dari arah hotel tempat aku menginap di Kuta. Butuh waktu sekitar 10 menitan dari arah Tanjung Benoa untuk sampai kemari. Hari itu cukup sepi, mungkin karena weekdays juga sih ya dan mayoritas pengunjung didominasi bule. Oya, ada juga pasangan yang lagi foto prewed dari korea, niat pisan ya mau prewed aja sampai terbang ke Bali.
Harga tiket masuk ke GWK untuk orang dewasa harganya 60 ribu, itu sudah include pajak. Kalau untuk wisatawan mancanegara harganya lebih mahal, kalau nggak salah sekitaran 150 ribuan. Harga untuk anak-anak juga dibedakan sih. Nah, jadi jadwal harian saat aku datang kesana ada beberapa pertunjukan. Aku sempat nonton dua pertunjukan, Barong Kris Dance dan Balinese Dance yang jadwalnya nggak begitu berjauhan di Amphitheater.
Harga tiket masuk ke GWK untuk orang dewasa harganya 60 ribu, itu sudah include pajak. Kalau untuk wisatawan mancanegara harganya lebih mahal, kalau nggak salah sekitaran 150 ribuan. Harga untuk anak-anak juga dibedakan sih. Nah, jadi jadwal harian saat aku datang kesana ada beberapa pertunjukan. Aku sempat nonton dua pertunjukan, Barong Kris Dance dan Balinese Dance yang jadwalnya nggak begitu berjauhan di Amphitheater.
Sesuai dengan namanya, Garuda Wisnu Kencana ini memang ditujukan sebagai pusat aktivitas seni budaya ya seperti pertunjukan musik, sendratari, orchestra, fashion show dan banyak lagi kegiatan sejenis. Sayangnya saat kemari Lotus Pond sedang ditutup untuk umum, katanya sih sedang ada acara keagamaan gitu. Tapi tetep seru kok karena disini para pengunjung bisa menikmati panorama Pulau Bali dari ketinggian, tepatnya di Indraloka Garden.
Selain itu kita juga bisa mengunjungi Wisnu Plaza, titik tertinggi di Garuda Wisnu Kencana di mana patung Dewa Wisnu ditempatkan. Di sini para pengunjung bisa melihat patung Dewa Wisnu dengan pemandangan laut dari kejauhan. Oya, salah seorang penjaga disana juga sempat bercerita soal Parahyangan Somaka Giri, sebuah sumber air di Garuda Wisnu Kencana yang sarat dengan nuansa spiritual karena airnya tak pernah kering dan berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit katanya.
Banyak teman-teman yang nggak percaya waktu itu aku benar-benar berlibur sendirian, lah aku sendiri aja nggak percaya kok sampai sekarang haha. Chat whatsapp mulai masuk satu per satu cuma nanya 'Eh, kamu ngapain di Bali?' atau 'Gis, serius sendirian?' atau 'Lo gila ih ngapain sendirian!' atau 'Selamat ulang tahun, birthday girl' atau 'Enjoy, teh!' dan pertanyaan juga pernyataan sejenis. Aku cuma bisa bales pake emot ketawa sambil nangis hahaha saking speechless-nya.
Yang unik selama jalan-jalan di GWK itu adalah saat nonton Tari Bali di Amphitheater, nah setelah pertunjukan selesai para penonton dipersilahkan untuk berfoto dengan para penari dan segala atributnya. Ketika yang lain sibuk bergantian difotoin oleh keluarga atau temannya, aku yang bingung gimana caranya bisa selfie, kan rasanya gimana gitu ditengah keramaian orang-orang yang antri foto aku asik selfie ih-malu-moment-banget, dan tiba-tiba ditepuk pundak oleh seorang mbak-mbak yang 'menawarkan' untuk bergantian difotoin. Aku-di-modus-in, dang!
Dengan pasrah aku ikutin mbak dan mas-nya yang lagi honeymoon buat berfoto sana sini, entah berapa puluh foto, dan sekalinya aku difotoin cuma tiga kali itupun goyang. Makmakmak, tega. Pokoknya hari itu jadi juru foto. Kesempatan banget ya memang liat satu orang klantang-klinting sendirian pegang tongsis dan hp sibuk foto-foto sendiri, kemudian disamperin untuk basa-basi nanya 'sendirian, mbak?' yang ujungnya-modus-minta-fotoin. Lepas dari kedua pasangan kasmaran, begitu ke Taman dan turun ke Plaza Garuda masih juga disamperin beberapa orang dengan tujuan yang sama. Aku cuma bisa nyengir kuda ber-haha-hihi sibuk fotoin kesana-kemari. Baiklah, nanti siapa tau aku gitu juga, ngaririweuh orang.
Aku setuju kutipan salah seorang filsuf terkenal bernama Saint Augustine, katanya "The world is a book, and those who do not travel read only one page". Secara ekplisit sih kalimat itu bilang kalau traveling adalah kegiatan yang membantu pelakunya untuk memperluas pikiran dan mengantar pada pengalaman-pengalaman baru.
'Me Time' selama 4 hari kemarin di Bali memang berkesan. Sangat. Banyak pengalaman berharga yang bisa dijadikan pelajaran dan pemahaman untuk kedepannya. Jadi inget salah satu kalimat motivasi beberapa tahun lalu.. bahwa kita tidak boleh menyerah ketika hari-hari terasa begitu panjang dan melelahkan. Kita tidak boleh menyerah ketika beban hidup terasa begitu berat juga ketika segalanya berjalan dengan salah. Happiness itu about making our dream came true, to be what we always wanna be, to do what we always wanna do. Go, Fight, Win, agistianggi!
Salam GWS ya, eh GWK! \o/
Bali, Agustus, 2015