Rahasia Besar Dibalik Keindahan Pantai Pandawa Bali


Dari awal rencana mau pergi ke Bali, Pantai Pandawa jadi rekomendasi teman-teman harus jadi salah satu tempat yang dikunjungi. Dan perjalanan kemari sempat muter-muter (lagi), karena perhatian aku teralihkan salah satu papan petunjuk jalan menuju ke sebuah pura di daerah Kutuh. Dasar memang. Karena bingung juga nggak ketemu, akhirnya langsung setting arah menuju Pantai Pandawa, eeh taunya rutenya muter karena dari awal nggak nurut *sigh*.

Jalanan menuju kemari sebetulnya nggak sulit sih, cuma medan jalannya masih dalam tahap pembangunan gitu ya. Jalanannya masih berupa tanah merah dan batu kapur. Berhubung punya pengalaman buruk jatuh dari motor karena ngebut dijalanan berpasir, kali ini aku membawa motor dua kali lebih hati-hati, dua kali juga berdoa lebih sering supaya nggak terjadi hal yang nggak diinginkan hehe. Untungnya pengunjung juga terbilang sepi sekali, cuma ada satu dua kendaraan yang lalu lalang.

Ternyata pantai ini lebih dikenal sebagai pantai Kutuh oleh masyarakat sekitar. Aku sendiri sebetulnya bingung menggambarkan arah jalanan sini karena jalanan berliku dan jarang petunjuk arah. Viva la Google Maps! Untuk masuk kawasan Pantai Pandawan sendiri dikenakan biaya retribusi Rp. 2.000/ orang. Sebelum menuju pantai seolah membelah bukit kapur, aku teringat waktu jalur lingkar nagreg masih dalam tahap pembangunan rasanya. Nggak sama sih, tapi mirip-mirip lah ya..

Yang bikin sumringah itu sehabis lewat jalur yang diapit dua bukit kapur, kita disuguhkan pemandangan birunya laut dan langit yang seolah berkompetisi jadi yang paling indah, eciee. Sama seperti keindahan Pantai Pandawa yang sebelumnya dihalangi oleh gunung kapur, percayalah bahwa Tuhan juga punya sebuah rencana besar dibalik setiap kejadian yang dialami oleh umatNya *uhuk, teteuuuup.

Oya, tulisan 'Pantai Pandawa' juga jadi salah satu spot yang hukumnya wajib untuk berfoto disana oleh para pengunjung. Setiap yang datang pasti berhenti dulu dipinggiran tebing untuk selfie haha lumayan rame sih memang dan kali ini juga beberapa orang modus minta fotoin, jiaaa.




Panas terik matahari Bali siang itu memang bikin aku kaget sesampainya di hotel pas lihat kaca. Habis ngebolang terbitlah belang. Good. Oya, didekat tempat pemberhentian ini juga sepanjang tebing ada patung-patung gitu. Jalanan menurun juga harus diwaspadai karena memang rentan banget berpasir.

Saat kemari, pengunjung mayoritas yang aku lihat justru kebanyakan bule, ada juga sih beberapa rombongan mahasiswa naik bus pariwisata dari daerah Jawa. Dari kebanyakan bule aku sempat nggak bisa bedain mana orang Indonesia sama turis dari kawasan Asia ya. Nggak tau kenapa tapi bawaannya mirip gitu memang. Nggak tau juga kalau mata aku kebanyakan liat cahaya matahari, halah.



Aneka permainan pantai bisa dilakukan disini, beberapa diantaranya bisa surfing, bisa jemur-jemur lucuk kayak para bule, bisa berenang-renang dahulu berenang-renang ditepian, atau nongkrong-nongkrong cantik dibawah payung yang disewakan itu sambil pesan sebuah es kelapa muda dan indomie goreng *loh.

Awalnya aku cuma mau jalan-jalan aja, beach hopping seharian, sesuai rencana awal. Walaupun memang bawa baju bekal tapi rasanya kan aneh aja kalau berenang sendirian haha. Tapi apalah daya, bujuk rayu abang-abang eh mas-mas tukang perahu asal Yogyakarta ini berhasil membujuk aku supaya mau main perahu kano karena dia bilang dijamin nggak akan basah. Dengan harga 30.000 sudah termasuk pelampung, harga ini termasuk harga cuma-cuma dia bilang. Lumayanlahhh, ngilangin penasaran karena sebelumnya nyesel nggak jadi parasailing. Berhubung sendirian, jadi semua tas, hp, kamera, dan sebagainya aku simpan di tempat penyewaan loker. Kan gawat urusan kalo dibawa-bawa terus ilang gitu atau kelupaan, ck.




Hamparan pasir putih, gradasi air laut dari biru muda,biru tua, serta paduan awan yang juga nggak kalah birunya jadi hal yang membuat saya betah berlama-lama duduk dipinggiran pantai. Untungnya memang benar main kano ini nggak basah asal nggak rusuh bawanya. Selama main kano sosoan santai gitu padahal mah degdegan takut kebalik lah, takut tiba-tiba ombak besar lah, takut ini lah takut itu lah.. 

Hari semakin siang, selepas berganti pakaian aku bersiap melanjutkan perjalanan lagi. Sebelum pulang aku sempat memperhatikan seorang ibu dan anaknya. Dari wajah dan bahasanya sih aku pikir masih dari Asia, mungkin antara Thailand, Vietnam dan kawasan sejenis lain, mungkin. Lihat si Ibu riweuh jagain anaknya yang lari kesana kesini, terus pura-pura jatoh supaya bisa terus main air, walaupun kelihatan capek tapi dia nggak berhenti tertawa dan sesekali mencium gemas anaknya. Aku cuma bisa tersenyum.




Aku sempat terlupa bahwa memang benar bahagia bisa terlahir justru dari hal-hal yang begitu sederhana. Hal-hal kecil yang mungkin biasa dan bahkan kerap kali orang lupa. Sesederhana membulatkan yang kita miliki dengan syukur dan mengurangkan yang kita inginkan dengan ikhlas. Sesederhana sejauh apapun jarak doa akan tiba pada tujuannya. Dan kali ini aku tersenyum. Senyum kali ini sudah bermakna berbeda, senyum penuh harap semoga kelak Tuhan memberi jalan terbaik untuk segala hal yang kita pintakan. Semoga :)


Baru menghabiskan waktu untuk video call selama 1 jam 20 menit 13 detik 
dengan @asti2505. Nostalgia kenangan lama, timeflies, oh!
Terima kasih, Mbak Asti! luff*