Mengenal Sejarah Hindu-Budha di Goa Gajah Gianyar Bali

Masih soal Bali dan aneka perjalananya. Selepas melihat monyet-monyet lucu di Sanctuary Sacred Monkey Forest di Ubud, saya berniat untuk pergi ke Ceking Terrace yang katanya memang masih dekat kawasan tersebut. Akan tetapi sebuah papan petunjuk jalan bertuliskan 'Objek Wisata Goa Gajah' menarik saya untuk mampir sejenak ke tempat ini.

Objek Wisata Goa Gajah ini terletak di Banjar Goa, Desa Bedulu, kabupaten Gianyar yang berjarak tidak jauh dari Ubud. Jika pergi dari arah Sanctuary Sacred Monkey Forest, tempat ini berada di sebelah kanan jalan. Jika dilihat dari luar sih tidak tampak bahwa tempat ini adalah objek wisata sebab dari gerbang masuk kita hanya melihat kios-kios penjual cinderamata saja. Sedangkan untuk sampai ke Goa-nya sendiri harus berjalan menyusuri tangga terlebih dahulu.



Dengan membayar tiket masuk kurang lebih sekitar lima ribu rupiah, para pengujung bisa masuk ke lokasi objek wisata. Oya, ada peraturan yang diterapkan disini yaitu para pengunjung diwajibkan menggunakan pakaian yang sopan dan selanjutnya diberi kain untuk dipakai saat memasuki lokasi goa, dan juga larangan untuk masuk bagi wanita yang sedang dalam siklus menstruasi.

Dari informasi yang saya baca disana disebutkan bahwa objek wisata ini mulanya berawal dari penemuan Pejabat Hindia Belanda pada tahun 1923 yang melaporkan penemuan arca Ganesha, Trilingga serta arca Hariti dan kemudian dilakukan penelitian lanjutan.




Pintu masuk melalui mulut goa hanya cukup untuk 1 orang. Diluarnya terdapat ukir – ukiran dan 2 patung penjaga. Bagian kiri dan kanan lorong juga terdapat ceruk yang mungkin pada jaman dahulu adalah tempat bertapa. Pada ujung barat lorong terdapat Arca Ganesha dan ujung timur lorong terdapat 3 lingga.

Di kawasan Goa Gajah ini juga terdapat sebuah kolam ikan dengan ukuran ikan yang bisa dikatakan cukup besar. Di tempat tersebut terdapat patung petirtaan dengan tujuh patung widyadara–widyadari yang sedang memegang air suci. Total patungnya ada tujuh, yang merupakan symbol dari tujuh sungai di India, tempat kelahiran agama Hindu dan Budha.



Nah katanya menurut penelitian para ahli arkeologi dari bentuk seni arca dan petirtaan yang ada di Goa Gajah ini diyakini merupakan warisan pada abad ke-11 loh. Konon bukti-bukti peninggalan arkeologi di Goa Gajah yang bersifat budhis dan Siwaistis ini merupakan cermin toleransi kehidupan beragama di Bali pada jaman dahulu yang diwarisi hingga saat ini.



Pemandangan unik lainnya adalah ikan-ikan berukuran besar yang ada di kolam tersebut. Nggak ada keterangan jelas sih jenis ikan apa yang ada disana, hanya saja dari informasi yang saya dengar dari salah seorang tour guide yang sedang menjelaskan pada para turis asing katanya ikan ini di keramatkan dan dilarang keras untuk dimakan. Hmm, jadi teringat beberapa waktu lalu ketika pergi ke Indramayu pun ada kolam sejenis ini, bahkan kolamnya dijadikan pemandian umum.

Nah, didalam goa itu sendiri ternyata ukurannya tidak terlalu besar. Didalamnya terdapat beberapa arca Ganeca dan beberapa tempat yang sepertinya dijadikan tempat ibadah. Suasana didalam pun tergolong pengap dan sangat gelap. Akhirnya saya memutuskan untuk nggak berlama-lama didalam goa dan memilih menyusuri setiap sudut di lokasi goa saja. 





Disana juga saya sempat melihat salah satu ritual ibadah yang sedang dilaksanakan. Setiap pengujung memperhatikan dengan seksama, dan saya memutuskan untuk menaruh kamera didalam tas, tidak mencoba mengabadikan ritual tersebut sebagai bentuk menghargai orang yang sedang beribadah.

Selesai berkeliling, menyusuri setiap sudut Goa Gajah, saya berjalan menuju pintu keluar yang juga merupakan tempat masuk saat kemari. Senyum penjaga dengan ramah menyambut saat saya mengembalikan selendang kuning yang ia pasangkan sebelumnya. 


Cerita lengkap kali ini dimuat sebuah harian lokal Jawa Barat :)



Bali, Kisah Bulan Delapan, 2015