Kenapa Kita?

“Kenapa kita harus saling menasehati? Jawabannya bukan karena kita sudah bijak pol, sudah keren maksimal menjalani hidup ini jadi pantas memberi nasehat. Tapi karena justru kita sering mengalami masalah, dan kita tahu persis betapa tidak enaknya ketika orang-orang pergi, tidak peduli, tidak ada yang membesarkan semangat dengan satu dua potong kalimat baik penuh hikmah.

Kenapa kita harus menolong orang lain? Bukan karena kita ini sudah jadi superman, sudah jago menolong siapapun. Melainkan, karena justru kita pernah mengalami kesusahan, kesulitan hidup, dan kita tahu persis betapa tidak enaknya ketika tiada yang bersedia menolong.
Dan terakhir, kenapa kita harus senantiasa memberi? Jawabannya juga bukan karena kita ini sudah kaya raya, punya segalanya, bukan karena itu. Melainkan, karena kita pernah tidak punya apa-apa, dan kita tahu rasanya tidak memiliki apapun.
Inilah sajak kenapa kita. Sungguh beruntung orang-orang yang paham.”
-Tere-liye


Habis blogwalking, terus nemu kalimat-kalimat sakti ini pas baca postingan 'Stronger' punya mbak Afifah. Deg! Berasa ditampar seribu kali bolak-balik berulang tanpa berhenti. 

Kenapa kita?

Iya, kenapa..

Dalam pembicaraan dengan seorang teman kos di Sabtu siang kemarin saya berpikir ulang ketika membaca kata-kata ini, 'Kenapa kita harus saling menasehati?'  Kami membicarakan soal sesuatu yang sebetulnya adalah hal biasa. Betapa saat itu saya meyakini bahwa setiap orang nyatanya memang pasti mempunyai masalahnya sendiri. Dia bercerita tentang masalahnya, masalah pekerjaannya dan masalah-masalah lainnya, padahal itu pertama kali kami bicara panjang, karena biasanya hanya sapa singkat sebelum sama-sama pergi bekerja atau secara nggak sengaja ketemu saat berbelanja di Alfa.

Yang menarik adalah ketika dia bercerita soal temannya yang mempunyai masalah dan dia diminta untuk menjadi penengahnya. Dia bercerita bagaimana dia pada akhirnya takjub dan sedikit heran sendiri karena bisa melahirkan kata-kata luar biasa saat menasehati temannya agar keadaan menjadi baik-baik saja bahkan bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. 'Emang enak ya kalau ngasih nasehat, bisa bijak gitu, nyatanya kalau kita yang dihadapkan dengan masalah serupa belum tentu bisa', katanya. Dan ya, dari sajak diatas disebutkan bahwa pada dasarnya kita harus saling menasehati bukan karena kita sudah bijak sepenuhnya atau jalan hidup kita lebih mulus juga sempurna. Bukan. 

Kita harus saling menasehati justru karena kita sering dan tidak akan pernah lepas dari yang namanya masalah. Selama kita hidup, masalah akan pasti selalu ada. Sudah begitu ketetapanNya. Dalam sebuah ta'lim bahkan saya pernah mendengar Ustadz berkata, 'Kalau kita punya masalah, berarti Allah masih sayang, masih inget sama kita. Kalau hidupnya lurus-lurus aja, nah! baru deh kudu bertanya-tanya ada apa'. Saya rasa saat punya masalah kita memang harus punya penasehat, teman yang sekedar mau mendengarkan keluh kesah, memberikan saran atau hanya diam menenangkan.

Menasehati tidak sama dengan menggurui, kan? Bayangkan saat kita mengalami suatu masalah, orang-orang berbalik, pergi. Tidak ada seorang pun yang peduli, tidak ada yang membesarkan semangat dengan kata-kata menenangkan dan menyenangkan. ..Setidaknya saya sudah pernah melalui hal serupa dan saya tau persis seperti apa rasanya. 

Untuk itu, untuk siapapun kalian yang pernah mendengar keluh kesah saya, menghabiskan bergelas-gelas kopi atau cokelat panas untuk berdebat, menenangkan isak tangis saya, mengirimkan satu dua pesan singkat berisi kata 'semangat' atau pun dengan setia membaca keluhan dari setiap kata yang saya tuliskan ..terima kasih. Terima kasih banyak.

Kenapa kita? Karena ada kalian dan saya bukan objek tunggal.